Saturday

Ketika Dunia Tidak Lagi Bermakna…!!!

Awan sedikit mendung, ketika kaki kecil Yani berlari – lari gembira diatas jalanan menyeberangi lampu merah Karet.

Baju merahnya yang kebesaran melambai – lambai ditiup angin. Tangan kanannya memegang Es krim sambil sesekali mengangkat ke mulutnya untuk dicicipi, sementara tangan kirinya mencengkram ikatan sabuk celana ayahnya.

Yani dan Ayahnya memasuki wilayah pamakaman umum Karet, berputar sejenak ke kanan & kemudian duduk diatas seonggok nisan “Hj. Rajawali binti Muhammad 19-10-1915 : 20-01-1965”.

“Nak, ini kubur nenekmu, mari kita berdo’a untuk nenekmu” Yani melihat wajah ayahnya, lalu menirukan tangan ayahnya yg mengangkat ke atas & ikut memejamkan mata seperti ayahnya. Ia mendengarkan ayahnya berdo’a untuk Neneknya…

“Ayah, nenek waktu meninggal umur 50 tahun ya Yah…?” Ayahnya mengangguk sembari tersenyum & memandang pusara Ibunya.

“Hmm, berarti nenek sudah meninggal 42 tahun ya Yah…?” Kata Yani berlagak sambil matanya menerawang & jarinya berhitung. “Ya, nenekmu sudah didalam kubur 42 tahun…”

Yani memutar kepalanya memandang sekeliling, banyak kuburan disana. Disamping kuburan neneknya ada kuburan tua berlumut “Muhammad Zaini, 19-02-1882 : 30-01-1910.

“Hmm.., Kalau yg itu sudah meninggal 106 tahun yg lalu ya Yah..?”, jarinya menunjuk nisan disamping kubur neneknya. Sekali lagi ayahnya mengangguk. Tangannya terangkat mengelus kepala anak satu – satunya. “Memangnya kenapa nak..?” kata sang ayah menatap teduh mata anaknya. “Hmmm, ayah kan semalam bilang, bahwa kalau kita mati, lalu dikubur & kita banyak dosanya, kita akan disiksa dineraka” kata Yani sambil meminta persetujuan ayahnya. “Iya kan yah..?”

Ayahnya tersenyum, “Lalu..?”

“Iya… Kalau nenek banyak dosanya, berarti nenek sudah disiksa 42 tahun dong yah dikubur? Kalau nenek banyak pahalanya, berarti sudah 42 tahun nenek senang dikubur… Ya nggak yah..?” mata Yani berbinar karena bisa menjelaskan kepada Ayahnya pendapatnya.

Ayahnya tersenyum, namun sekilas tampak keningnya berkerut, tampaknya cemas… “Iya nak, kamu pintar.” Kata ayahnya pendek.

Pulang dari pemakaman, ayah Yani tampak gelisah diatas sajadahnya, memikirkan apa yg dikatakan anaknya… 42 tahun hingga sekarang… kalau kiamat datang 100 tahun lagi…142 tahun disiksa… atau bahagia dikubur… Lalu ia menunduk… Meneteskan air mata…

kalau Ia meninggal lalu banyak dosanya…lalu kiamat masih 1000 tahun lagi berarti Ia akan disiksa 1000 tahun?

Innalillahi Wa inna ilaihi rooji’un… Air matanya semakin banyak menetes, sanggupkah Ia selama itu disiksa? Iya kalau kiamat 1000 tahun ke depan, kalau 2000 tahun lagi? Kalau 3000 tahun lagi? Selama itu Ia akan disiksa dikubur? Bukankah akan lebih parah lagi?

Tahankah? Padahal melihat adegan preman dipukuli massa ditelevisi kemarin Ia sudah tak tahan?

Ya Allah…Ia semakin menunduk, tangannya terangkat ke atas, bahunya naik turun tak teratur… air matanya semakin membanjiri wajahnya.

Allahumma as aluka khusnul khootimah… berulang – ulang dibacanya DOA itu hingga suaranya serak… Dan Ia berhenti sejenak ketika terdengar batuk Yani.

Dihampirinya Yani yg tertidur diatas dipan bambu. Dibetulkannya selimutnya, Yani terus tertidur… tanpa tahu, betapa sang bapak sangat berterimakasih padanya karena telah menyadarkannya arti sebuah kehidupan… Dan apa yang akan datang didepannya…



“Yaa Allah SWT, letakkanlah dunia ditanganku, jangan Kau letakkan di hatiku…”

kiriman dari : Achmad Solichin (s_achmad@yahoo.co.id)

12 comments:

  1. gakl tahan kalo baca postingan kayak gini

    ReplyDelete
  2. hanay bisa tertunduk dan interopeksi diri....!!!!

    ReplyDelete
  3. Penuh pelajaran makna hidup

    btw,
    permisi berkunjung ...salam kenal

    Raf

    ReplyDelete
  4. cerita yang bagus sangat cocok tuk bahan intropeksi diri..

    ReplyDelete
  5. hiks..hiks..jadi inget sama nenek di kampung....

    ReplyDelete
  6. lam kenal....wah ceritanya bagus sekali.....penuh makna

    ReplyDelete
  7. jadi merinding om
    Brrrrrrr.....nice post

    ReplyDelete
  8. Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari apa yang kita baca.

    ReplyDelete
  9. maka segeralah bertobat selagi sempat, kiamat sudah dekat:)

    ReplyDelete
  10. mengingatkan kita semua untuk segera bertobat....
    nice posting..

    ReplyDelete
  11. Dalam pengambilan gambar untuk televisi atau pun film layar lebar, istilah ukuran gambar memang selalu disertakan dalam shooting sript, sehingga naskah yang semula dalam bahasa visual dapat diterjemahkan ke dalam bahasa gambar.
    Di samping itu juga screen direction ukuran gambar juga perlu dicatat serinci mungkin dalam shooting script yang apabila ada pengambilan gambar jumping shoot, hari shooting, jamping scene dapat menjadi pegangan Sutradara untuk mengambil gambar scene berikutnya. begitu pentingnya screen direction ukuran gambar,karena gambar ini nantinya akan dirangkai/diedit/disambung menjadi satu kesatuan utuh menjadi film utuh yang enak ditonton.

    ReplyDelete